Like Us Facebook

Pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan (Bagian IV: E-Procurement – Apa dan Bagaimana)

Proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan saat ini memasuki sebuah babak baru, yaitu dengan mulai diterapkannya pengadaan barang/jasa berbasis elektronik atau e-procurement.
Apa yang dimaksud dengan e-procurement ?
E-Procurement atau lelang secara elektronik adalah proses pengadan barang/jasa dalam lingkup pemerintah yang menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi dalam setiap proses dan langkahnya.
Dasar hukum pelaksanaan e-procurement adalah UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, Keppres No. 80 Tahun 2003, dan Perpres No. 8 Tahun 2006.
Secara umum, e-procurement dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu e-tendering dan e-purchasing. E-Tendering adalah proses pengadaan barang/jasa yang diikuti oleh penyedia barang/jasa secara elektronik melalui cara satu kali penawaran, sedangkan E-Purchasing adalah proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui katalog elektronik.
E-Tendering sama persis dengan pola pengadaan yang selama ini dilaksanakan secara manual, perbedaannya hanya seluruh tahapan dilaksanakan secara elektronik, sedangkan E-Purchasing menggunakan cara yang sama sekali berbeda. Pengguna barang/jasa tinggal memilih barang/jasa yang diinginkan melalui katalog elektronik yang terbuka serta transparan. Katalog ini disusun oleh LKPP melalui sebuah kontrak payung kepada Produsen atau penyedia utama, sehingga harga yang ditawarkan dipastikan jauh lebih rendah dibandingkan harga pasaran.
Khusus E-Purchasing, saat ini masih belum dilaksanakan, menunggu payung hukum selesai ditandatangani oleh Presiden.
Untuk kedepan pada tulisan ini, setiap istilah e-procurement berarti mengacu kepada E-Tendering.
Bagaimana perbedaan antara E-Procurement dengan Pengadaan konvensional ? Saya akan coba memaparkan pada beberapa tahapan utama.
1. Persiapan
Tahap ini khusus untuk PPK dan Panitia. Yang perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah dokumen pemilihan. Dokumen untuk e-proc dengan konvensional amat berbeda, utamanya pada tahapan pengadaan, penyampaian dokumen dan bentuk surat penawaran serta lampirannya. Untuk mempermudah, pada tulisan ini saya lampirkan Model Dokumen Pengadaan Nasional (MDPN) khusus untuk e-proc. Silakan mengunduh dengan mengklik pada tulisan dibawah:
2. LPSE
Pelaksanaan pengadaan secara elektronik membutuhkan sebuah unit khusus di pemerintahan, unit tersebut bernama Layanan Pengadaan Secara Elektronik disingkat LPSE. LPSE inilah yang berfungsi sebagai penghubung antara PPK/Panitia dengan Penyedia Barang/Jasa melalui aplikasi e-procurement.
LPSE bertugas untuk membangun sistem e-proc, memberikan username dan password kepada semua pihak yang terlibat, memberikan pelatihan kepada semua pihak yang terlibat, serta menjaga, merawat, dan memperbaiki sistem e-procurement.
Oleh sebab itu, apabila ada yang hendak melaksanakan lelang secara elektronik, atau hendak ikut lelang yang dilaksanakan secara elektronik, silakan menghubungi LPSE terdekat atau LPSE yang melaksanakan pengadaan barang/jasa. Alamat dan kontak seluruh LPSE di Indonesia dapat dibaca disini.
3. Pengumuman
Pengumuman lelang e-procurement berbeda dengan lelang konvensional. Coba kita lihat harian Media Indonesia. Beberapa lelang yang dilakukan dengan sistem e-procurement selalu mengarahkan pembaca untuk membuka sebuah laman. Biasanya dimulai dengan http://lpse.xxxxxxxx.xxx.id.
Hal ini dilakukan, karena pengumuman yang lebih rinci dan detail sudah dimasukkan pada sistem LPSE. Termasuk jadwal pemilihan mulai pengumuman sampai penandatanganan kontrak, nilai pagu, bahkan sampai ke persyaratan kualifikasi.
Perbedaan lain, pengumuman lelang pada surat kabar hanya dilakukan selama 1 (satu) hari, sedangkan pengumuman pada e-procurement dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari kerja.
4. Pendaftaran
Proses pendaftaran lelang mengalami perubahan yang cukup signifikan. Dalam sistem manual, panitia harus menyiapkan meja dan kursi khusus untuk menerima pendaftar, juga harus ada orang yang menjaga untuk menerima pendaftar, serta menyiapkan formulir pendaftaran untuk diisi oleh calon penyedia barang/jasa. Dari sisi penyedia barang/jasa juga harus menyiapkan fotokopi SIUP dan membawa aslinya, juga menyiapkan surat kuasa yang bermaterai kalau yang mendaftar bukan direktur atau yang berada di dalam akte, dan persyaratan lainnya.
Namun, dengan sistem e-proc, pendaftaran dilakukan secara online saja. Dari sisi panitia tidak melakukan apa-apa, cukup melihat layar monitor sekali-sekali untuk mengecek jumlah pendaftar, dan dari sisi peserta cukup login menggunakan username dan password yang telah dimiliki, membaca pengumuman lelang dan syarat-syaratnya, kemudian mengklik tombol daftar pada lelang tersebut. Dengan mengklik tombol daftar, maka secara otomatis sudah dilakukan penandatanganan Pakta Integritas juga.
Jadi tidak perlu meja pendaftaran, tidak perlu fotokopi SIUP, tidak perlu datang jauh-jauh ke kantor pelaksana lelang, dan cukup dilakukan dari kantor penyedia masing-masing sambil bersantai minum kopi :)
5. Aanwijzing
Tahapan ini merupakan “momok” bagi panitia pengadaan di beberapa daerah. Mengapa menjadi momok ? Karena pada tahapan inilah seluruh pihak-pihak yang terlibat berkumpul pada satu tempat, termasuk seluruh pendaftar yang berasal dari calon penyedia barang/jasa.
Kericuhan demi kericuhan sering terjadi. Saya kadang berseloroh dalam setiap pelatihan, bahwa dari 10 yang datang pada saat aanwijzing, hanya 3 pemilik perusahaan, dan selebihnya adalah preman 
Hal ini karena ada pihak-pihak tertentu yang memang menginginkan adanya keributan sehingga pembahasan dokumen pemilihan menjadi tidak efektif.
Dengan sistem e-procurement, tidak dilakukan tatap muka pada tahapan ini. Masing-masing pihak cukup berada di depan komputer mereka. Penjelasan, pertanyaan dan jawaban dilakukan secara online. Bentuknya mirip mengisi komentar pada facebook. Panitia dan seluruh pendaftar pada lelang tersebut bisa saling bertukar penjelasan, pertanyaan, dan jawaban. Dengan cara seperti ini, tidak ada kontak fisik yang terjadi, dan tidak ada emosi yang tertumpah.
Tanya jawab dilakukan sampai batas waktu Aanwijzing selesai. Apabila jadwalnya telah selesai, maka secara otomatis penyedia tidak bisa mengirimkan pertanyaan lagi, namun panitia masih punya waktu minimal 1 jam untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada akhir waktu. Tugas berikutnya bagi panitia adalah menyusun adendum dokumen pengadaan yang selanjutnya diunggah pada sistem LPSE.
Satu lagi, karena seluruh komunikasi telah tercatat pada sistem, maka tidak ada berita acara Aanwijzing, tidak perlu ada tandatangan saksi, dan absensi Aanwijzing.
6. Pemasukan Dokumen
Di dalam sistem lelang konvensional, kita mengenal sistem satu sampul, dua sampul, dan dua tahap. Untuk e-procurement dikenal yang namanya satu file dan dua file. Yang dulunya berupa sampul, sekarang berganti menjadi file. Dengan sistem ini, maka penyedia tidak perlu repot-repot menyiapkan dana untuk fotokopi semua dokumen pendukung kualifikasi (Akta, SIUP, kontrak-kontrak, dan lain-lain) serta dokumen administrasi maupun teknis. Di beberapa lelang yang saya ikuti, dokumen ini kadang tingginya bisa mencapai setengah meter dan beratnya berkilo-kilogram 
Seluruh dokumen yang sifatnya fisik, diganti menjadi elektronik dalam format PDF atau JPEG.
Dari semua dokumen itu, hanya 1 yang bentuknya masih harus secara fisik, yaitu Jaminan Penawaran dan tidak dikirimkan ke panitia pengadaan melainkan dititipkan ke LPSE penyelenggara.
Satu yang WAJIB diperhatikan oleh penyedia, mohon seluruh dokumen yang akan dikirim tidak dikompres menjadi file ZIP atau kompresi lainnya seperti TAR atau RAR, karena ini akan menyebabkan dokumen tersebut tidak dapat dibuka oleh panitia.
Sistem e-proc telah menyediakan sebuah aplikasi khusus yang akan menggabungkan seluruh file yang akan dikirim sekaligus melakukan enskripsi data agar aman dari “kejahilan” dunia maya. Aplikasi ini dibuat oleh Lembaga Sandi Negara dan dapat diunduh pada akun masing-masing penyedia. Setelah dikompres dan dienskripsi, maka seluruh dokumen yang sudah disiapkan (dokumen administrasi, teknis dan harga untuk sistem satu sampul; dan dokumen administrasi dan teknis untuk dua sampul) akan menjadi 1 (satu) file saja. Inilah yang disebut dengan sistem satu file, dan ini yang dikirim ke panitia untuk dilakukan evaluasi.
7. Pembukaan Dokumen
Dalam sistem konvensional, tahap ini menjadi “momok” yang kedua setelah Aanwijzing. Hal ini karena kembali seluruh penyedia barang/jasa berkumpul disatu tempat untuk menyaksikan pembukaan dokumen pengadaan masing-masing. Setelah dibuka, kemudian kelengkapan seluruh dokumen dicek satu persatu didepan seluruh panitia dan peserta. Disini sering terlihat sesama peserta akan saling menjatuhkan dan sikut-sikutan. Perbedaan yang tidak signifikan dan tidak substansial sering dipaksakan untuk menjadi alasan ketidaklengkapan dokumen peserta lainnya.
Dalam sistem e-proc, tidak ada “kumpul-kumpul rekanan” pada satu tempat. Karena pada tahapan ini yang dimaksud pembukaan artinya benar-benar hanya membuka dokumen yang telah dikirimkan oleh peserta pengadaan. Seluruh file yang telah dikirimkan oleh peserta, hanya dapat dibuka pada waktu yang telah ditentukan, yaitu pada saat pembukaan dokumen. Pembukaan filenya juga tidak bisa menggunakan aplikasi sembarangan, melainkan juga harus menggunakan aplikasi yang dibuat oleh Lembaga Sandi Negara.
Jadi, tidak ada berita acara pembukaan dokumen, tidak ada tandatangan 2 orang saksi, dan tidak ada kumpul-kumpul pada tahapan ini di sistem e-proc.
8. Evaluasi
Tahapan evaluasi antara sistem konvensional dengan sistem e-proc sama saja. Yaitu sama-sama memeriksa dokumen dari peserta. Yaitu dokumen administrasi, teknis, harga, dan kualifikasi. Bedanya, pada sistem konvensional, panitia melihat dokumen fisik, sedangkan pada sistem e-proc, panitia melihat layar komputer atau layar LCD Projector 
Kalau mau dicetak juga bisa, tapi akan boros kertas dan tidak bermanfaat, karena nanti setelah dicetak akan dibuang kembali.
Salah satu persamaan lainnya adalah, panitia tetap diwajibkan untuk membuat Berita Acara Evaluasi dan Berita Acara Hasil Pelelangan, karena kedua Berita Acara ini harus diunggah ke dalam sistem dan nanti akan dapat diunduh oleh peserta lelang setelah pengumuman pemenang.
9. Usulan Calon Pemenang dan Penetapan Pemenang
Pada tahapan ini di dalam sistem pengadaan konvensional, ketua panitia akan membuat surat resmi yang ditujukan kepada PPK yang berisi permintaan penetapan pemenang dan 2 cadangan. Setelah itu PPK juga akan mengeluarkan surat resmi menjawab surat dari ketua panitia yang berisi penetapan pemenang.
Pada sistem e-proc, seluruh kegiatan tadi dilaksanakan hanya dengan klik pada tombol mouse dan sedikit pengetikan pada keyboard. Ketua panitia mengklik pada nama peserta yang diusulkan sebagai pemenang, memberikan sedikit catatan untuk PPK kemudian mengklik tombol kirim ke PPK. Segera setelah itu, PPK dapat login menggunakan username dan password yang dimiliki kemudian membaca seluruh tahapan yang telah dilakukan panitia termasuk semua Berita Acara yang telah diunggah. Apabila PPK setuju, maka tinggal klik tombol setuju. Secara otomatis peserta yang sudah disetujui akan menjadi pemenang dan tinggal menunggu jadwal pengumuman untuk ditampilkan.
10. Pengumuman
Pada sistem konvensional, pengumuman dipasang pada papan pengumuman di institusi masing-masing. Sedangkan untuk sistem e-procurement, pengumuman pemenang dapat dilihat pada website LPSE serta seluruh peserta akan dikirimi email secara resmi yang berisi pengumuman pemenang.
Pengumuman tidak hanya berisi nama perusahaan pemenang, melainkan juga akan memperlihatkan siapa saja yang kalah, mengapa sampai kalah, gugurnya pada tahapan mana, kenapa sampai gugur dan berapa harga masing-masing peserta. Jadi, setiap peserta tidak akan berpraduga yang tidak-tidak mengenai hasil pengadaan. Masing-masing secara terbuka akan mengetahui kesalahannya.
11. Sanggah
Dari 2 tahapan sanggah (sanggah awal dan sanggah banding), e-procurement hanya melaksanakan 1 tahap saja, yaitu sanggah awal. Sanggahan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran. Sanggahan ini juga hanya dapat dilihat oleh perusahaan yang memberikan sanggahan. Sistemnya mirip dengan aanwijzing tetapi lebih dibatasi. PPK juga hanya bisa menjawab sanggahan ini sebanyak 1 (satu) kali saja.
Apabila peserta lelang tidak puas dengan jawaban PPK, maka dapat melakukan sanggah banding yang kembali kepada sistem konvensional, yaitu melalui surat kepada PA/KPA dan ditembuskan kepada Inspektorat dan unit pengawasan lainnya.
Demikian tulisan singkat mengenai e-procurement, dalam tulisan berikutnya saya akan mengangkat mengenai tata cara pendaftaran bagi calon penyedia barang/jasa pada sistem ini

Posting Komentar

0 Komentar