Like Us Facebook

Kebutuhan SKA/SKT adalah Wewenang PPK

Pengadaan.GalihGumelar.com - Perlu diketahui secara cermat, bahwa ada beberapa persyaratan lelang yang ditujukan kepada Penyedia Barang dan Jasa yang tertuang di Dokumen Lelang adalah hasil permintaan PPK.

Diantaranya adalah kebutuhan SKA/SKT. Kebutuhan SKA/SKT Dibuat oleh konsultan perencana konstruksi/tim teknis konstruksi, diambil oleh PPK sebagai spesifikasi, kemudian disampaikan ke pokja ULP di dokumen pengadaan sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh penyedia.

Beredar di lapangan bawha spesifikasi adalah permintaan panitia, namun sebenarnya spesifikasi adalah permintaan PPK, dan merupakan hak PPK.

Salah satu yang kerap menjadi topik “pertengkaran” adalah dipersyaratkannya SKA dan SKT dalam pekerjaan konstruksi. SKA adalah Sertifikat Keahlian Kerja, dengan kata kunci “ahli”. Sedangkan SKT adalah Sertifikat Keterampilan Kerja dengan kata kunci “Terampil”.

Penyedia menganggap PPK mempersyaratkan SKA dan SKT sebagai salah satu cara untuk mengunci paket untuk penyedia tertentu. Apesnya pokja yang terkena getahnya. Dalam setiap kesempatan diskusi dengan teman-teman penyedia selalu saja pokja yang dipersalahkan karena mempersyaratkan SKA dan SKT yang cenderung berlebihan. Padahal ini tanggungjawab PPK.

PPK sebagai penanggungjawab pelaksanaan pekerjaan dalam menyusun spesifikasi harus menetapkan kebutuhan kualitas dan kuantitas personil sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.



Pokja sebagai pelaksana pemilihan, dimana di dalam dokumen pemilihan salah satu komponen utamanya adalah spesifikasi personil inti yang ditetapkan PPK, juga wajib melakukan kaji ulang. Dalam kaji ulang pokja harus mengingatkan PPK agar dalam menetapkan kuantitas dan kualitas personil sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.

Penyedia juga sebagai partner pemerintah harus terus mengupgrade kompetensinya. Dengan melakukan rekrutmen atau pembinaan kualitas SDM yang dimiliki, agar dalam pelaksanaan pekerjaan tidak hanya mengejar profit namun juga menggenjot profesionalisme. Kepemilikan tenaga yang bersertifikat baik disisi keahlian dan/atau keterampilan adalah wujud profesionalisme penyedia.

Kembali kepada pertanyaan terkait batasan kuantitas dan kualitas personil inti yang memiliki SKA dan/atau SKT dalam satu paket pekerjaan konstruksi. Pada intinya adalah disesuaikan dengan kompleksitas pekerjaan.

Untuk paket-paket yang bersifat standar dimana kompleksitas pekerjaan hanya ditentukan oleh nilai sementara unsur lainnya cateris paribus atau bersifat sama/tetap. Kita dapat melihat pada konsep yang dipakai Permen PU 8/2011, tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi lampiran 3 Kualifikasi Usaha Pelaksana Konstruksi, dalam menentukan subkualifikasi berdasarkan kompetensi penyedia pelaksana konstruksi.



Sumber : Dari Berbagai Sumber

Posting Komentar

0 Komentar