Like Us Facebook

Apakah PPK dalam pengadaan barang dan jasa


Pengadaan Galih Gumlear - Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan salah satu pihak atau personil yang diatur sebagai Pelaku Pengadaan (Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018). Peraturan tersebut menempatkan PPK sebagai pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah (Pasal 1 angka 10 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018). Sehingga tindakan PPK dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bentuk pelimpahan kewenangan yang dimiliki oleh PA/KPA kepada PPK.


Dalam Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, PA memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut :


  1. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja ;
  2. Mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan ;
  3. Menetapkan perencanaan pengadaan ;
  4. Menetapkan dan mengumumkan RUP ;
  5. Melaksanakan konsolidasi pengadaan barang/jasa ;
  6. Menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal ;
  7. Menetapkan PPK;
  8. Menetapkan Pejabat Pengadaan ;
  9. Menetapkan PjPHP/PPHP ;
  10. Menetapkan penyelenggara Swakelola ;
  11. Menetapkan Tim Teknis ;
  12. Menetapkan Tim Juri/Tim Ahli untuk pelaksanaan Sayembara/Kontes ;
  13. Menyatakan Tender Gagal/Seleksi Gagal ;
  14. Menetapkan pemenang pemilihan/penyedia untuk metode pemilihan : 1) Tender/Penunjukan langsung/ E-Purchasing untuk paket pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp.100.000.000.000 (seratus miliar rupiah); atau 2) Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
Adapun untuk KPA, tanggungjawab dan kewenangan yang dimiliki adalah berdasarkan pendelegasian kewenangan yang dilimpahkan dari PA. Untuk pengelolaan APBN, PA dapat melimpahkan kewenangan di atas kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana kewenangan di Pasal 9 tersebut. Adapaun Untuk pengelolaan APBD, PA dapat melimpahkan kewenangan kepada KPA hanya untuk kewenangan pada huruf a sampai dengan huruf f. Selain kewenangan sebagaimana tersebut di atas, tambahan tugas KPA adalah berwenang menjawab sanggah banding peserta tender Pekerjaan Konstruksi dan KPA dapat menugaskan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan kewenangan terkait tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja dan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan (Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).


Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, tugas dan wewenang “melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja” dan “mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan” ini lah yang menjadi kewenangan yang dilimpahkan oleh PA/KPA kepada PPK. PPK menjadi pihak yang diberikan amanah berupa penugasan untuk menjalan peran penting mengelola pelaksanaan pengadaan barang/jasa, mulai dari proses perencanaan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.


Berdasarkan ketentuan dan peraturan tersebut di atas, serta memperhatikan bagian lain dari peraturan perundaang-undangan yang berlaku, perlu untuk menjadi perhatian secara seksama bagi PPK khususnya dan pihak lain umumnya yang berhubungan dengan pengangkatan PPK dan pelaksanaan peran PPK sebagai berikut :


Tugas dan Tanggungjawab
Ketika PA mengangkat PPK dan menjadi pihak dalam tata kelola pengadaan, maka PPK memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan tugas:

  1. menyusun perencanaan pengadaan;
  2. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
  3. menetapkan rancangan kontrak;
  4. menetapkan HPS;
  5. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  6. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  7. menetapkan tim pendukung;
  8. menetapkan tim atau tenaga ahli;
  9. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  10. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  11. mengendalikan Kontrak;
  12. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
  13. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
  14. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
  15. menilai kinerja Penyedia.
(Pasal 11 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018)


Selain melaksanakan tugas tersebut, PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/ KPA sebagaimana penjelasan paragraf sebelumnya di atas, yaitu meliputi: melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan (Pasal 11 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).


Di samping tanggungjawab dan penugasan pada Pasal 11 tersebut, di bagian Pasal yang lain juga menjelaskan beberapa bagian yang spesifik dari tugas PPK, antara lain :


Dalam melaksanakan tugas pada tahapan perencanaan pengadaan, PPK menyusun identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya ditetapkan oleh PA/KPA (Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan Bagian I Point 1.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).

PPK bertanggungjawab dalam pelaksanaan persiapan pengadaan. PPK berdasarkan RKA K/L atau RKA Perangkat Daerah dan Dokumen Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa melakukan Persiapan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi: 1) menetapkan HPS; 2) menetapkan rancangan kontrak; 3) menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau d. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga. (Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan Bagian I Point 1.2 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
PPK melakukan identifikasi apakah barang/jasa yang akan diadakan termasuk dalam kategori barang/jasa yang akan diadakan melalui pengadaan langsung, E-purchasing, atau termasuk pengadaan khusus (Yang termasuk pengadaan khusus, yaitu: a. Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka Penanganan Keadaan Darurat; b. Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri; c. Pengadaan Barang/Jasa yang masuk dalam Pengecualian; d. Penelitian; atau e. Tender/Seleksi Internasional dan Dana Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar Negeri) (Bagian I Point 1.2 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).

Melaksanakan konsolidasi pengadaan pada tahapan perencanaan pengadaan dan / atau persiapan pengadaan melalui penyedia. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan. Barang/Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis (Pasal 21 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan Bagian VI Point 6.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).

Dalam melaksanakan tugas Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB, PPK juga berperan dalam mengevaluasi dan menetapkan rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat (Pasal 23 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
Dalam melaksanakan tugas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola, PPK juga bertugas untuk menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola Tipe II, dengan pimpinan Ormas Pelaksanaan Swakelola tipe III, dan dengan pimpinan Kelompok Masyarakat dalam Pelaksanaan Swakelola tipe IV, sesuai dengan kesepakatan kerja sama. (Pasal 47 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018). Di dalam pelaksanaan kontrak swakelola ini, pada Tipe II dan III, PPK dan Tim Persiapan Swakelola menyusun rancangan Kontrak Swakelola dengan Tim Pelaksana Swakelola dari Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain atau Ormas. Untuk Swakelola Tipe IV, PPK menyusun rancangan Kontrak Swakelola dengan Tim Persiapan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola (Pasal 7 Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola).

Dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pertanggungjawaban pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola, PPK juga bertugas menerima lapoan kemajuan pelaksanaan Swakelola dan penggunaan keuangan dari Tim Pelaksana secara berkala, serta menerima penyerahan hasil pekerjaan Swakelola dari Tim Pelaksana dengan Berita Acara Serah Terima (Pasal 49 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).

Dalam pelaksanaan dan pengendalian kontrak, PPK juga memiliki tanggung jawab dalam hal perubahan kontrak dan menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan Pekerjaan dapat tidaknya memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan (Pasal 54 dan Pasal 56 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).

Dalam pelaksanaan Serah Terima Hasil Pekerjaan melalui penyedia, Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, PPK menerima pengajuan permintaan secara tertulis dari Penyedia untuk serah terima barang/jasa, yang untuk selanjutnya PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan. Dalam tugas ini PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara Serah Terima (Pasal 57 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
Dalam pelaksanaan Serah Terima Hasil Pekerjaan melalui penyedia, Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak dan PPK menerima hasil pekerjaan tersebut, selanjutnya PPK menyerahkan barang/jasa dimaksud kepada PA/KPA. PA/KPA meminta PjPHP/ PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan diserahterimakan yang dituangkan dalam Berita Acara (Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).

Dalam menyerahkan hasil pekerjaan melalui swakelola, Setelah pekerjaan selesai PPK menyerahkan hasil pekerjaan kepada PA/KPA. PA/KPA meminta PjPHP/PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap hasil pekerjaan yang diserahterimakan dan dituangkan dalam Berita Acara (Pasal 17 Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola).
Untuk pengadaan dalam penanganan keadaan darurat (meliputi : bencana alam, bencana non-alam, dan/atau bencana sosial; pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik; bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik dan keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara Indonesia di luar negeri; dan/atau pemberian bantuan kemanusiaan kepada negara lain yang terkena bencana), PPK bertugas untuk menunjuk pelaku usaha untuk menjadi Penyedia yang akan melaksanakan pengadaan tersebut. Penyedia yang dipilih adalah penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis (Pasal 59 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
Menyampaikan usulan daftar hitam kepada PA/KPA atas tindakan penyedia yang masuk kategori yang dapat dikenakan sanksi masuk Daftar Hitam dari ranah tugas PPK (Pasal 78 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
PPK bertugas menuangkan perencanaan pengadaan ke dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP). RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah (Pasal 28 Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
PPK melakukan pembayaran pelaksanaan Swakelola sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam Kontrak Swakelola sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (Lampiran 1 Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola).
Dalam pelaksanaan permintaan berulang (repeat order) penyedia Jasa Konsultansi, dapat dilakukan dengan syarat Penyedia bersangkutan mempunyai kinerja baik berdasarkan penilaian PPK. Penilaian Penyedia oleh PPK meliputi: 1) Kualitas hasil pekerjaan sesuai KAK; 2) Kemajuan atau prestasi pekerjaan sesuai jadwal dan tidak ada keterlambatan; 3) Pelaksanaan pekerjaan sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam Kontrak; 4) Kualifikasi, jumlah, dan waktu penugasan tenaga ahli sesuai dengan Kontrak; dan 5) Ketaatan dan kelengkapan dalam memenuhi administrasi pekerjaan sesuai dengan Kontrak. (Bagian III Point 3.2 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).

Untuk PPK yang menyerahkan proses E-purchasing kepada Pejabat Pengadaan, maka PPK menyampaikan spesifikasi teknis, perkiraan/referensi harga, dan rancangan Surat Pesanan kepada Pejabat Pengadaan. (Bagian V Point 5.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).

Dalam persiapan E-Purchasing yang dilakukan oleh PPK, maka PPK melakukan pencarian pada portal katalog elektronik dan membandingkan barang/jasa yang tercantum dalam katalog elektronik, dengan memperhatikan antara lain : gambar, fungsi,spesifikasi teknis, asal barang, TKDN (apabila ada), harga barang, dan biaya ongkos kirim/instalasi/training (apabila diperlukan). Untuk pengadaan barang yang kompleks/teknologi tinggi melalui E-Purchasing, PPK dapat meminta calon Penyedia untuk melakukan presentasi/demo produk (Bagian V Point 5.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
Untuk Pengadaan Langsung Barang/Jasa Lainnya yang harganya sudah pasti dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), PPK melaksanakan peran dalam tahapan sebagai berikut: 1) Pejabat Pengadaan melakukan pemesanan Barang/Jasa Lainnya ke Penyedia; 2) Penyedia dan PPK melakukan serah terima Barang/Jasa Lainnya; 3) Penyedia menyerahkan bukti pembelian/pembayaran atau kuitansi kepada PPK; dan/atau 4) PPK melakukan pembayaran (Bagian V Point 5.4 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).

Dalam hal PPK yang bertindak sebagai Pejabat Penandatangan Kontrak tidak menyetujui hasil pemilihan Penyedia, maka PPK menyampaikan penolakan tersebut kepada Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan disertai dengan alasan dan bukti. Selanjutnya, PPK dan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan melakukan pembahasan bersama terkait perbedaan pendapat atas hasil pemilihan Penyedia. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, maka pengambilan keputusan diserahkan kepada PA/KPA paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah tidak tercapai kesepakatan (Bagian VII Point 7.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).

PPK tetap melaksanakan tugas dalam perencanaan dan persiapaan pengadaan serta pelaksanaan kontrak untuk Pengadaan Barang/Jasa Yang Dikecualikan Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Yang Dikecualikan Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
Persyaratan, Pengangkatan dan Pemberhentian
PPK merupakan pihak yang melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan kewenangan dan/atau penugasan yang diberikan oleh PA/KPA. Dengan memperhatikan uraian tugas sebagaimana yang telah dibahas tersebut di atas, maka dapat dipetakan beban kerja yang cukup berat yang harus dilaksanakan oleh PPK. Tugas PPK menuntut pemenuhan syarat kualifikasi, norma dan kompetensi yang harus dimiliki. Sehingga PA/KPA dalam mengangkat PPK tidak dapat sembarangan menetapkan personil untuk menjalankan distribusi kewenangan dan tugas tersebut.


PA/KPA menetapkan PPK pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, dengan Persyaratan sebagai berikut (Pasal 5 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa) :


a. Memiliki integritas dan disiplin;


Persyaratan ini merupakan kualifikasi yang bersifat kecukupan kompetensi norma yang memang sulit diukur. Kecenderungannya lebih kepada penilaian kualitatif yang dilakukan oleh PA/KPA dalam pengangkatan berdasarkan rekam jejak.


b. Menandatangani Pakta Integritas;


Integritas merupakan mutu, sifat atau keadaan yang menunjukan kesatian yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan atau kejujuran. Sedangkan pakta merupakan bentuk perjanjian. Sehingga dapat kita sebut bahwa pakta integritas merupakan pernyataan janji bersama atau komitmen sebagai bentuk kesanggupan untuk patuh terhadap ketentuan yang berlaku. Dokumen tertulis ini biasanya digunakan dalam rangka mencegah terjadinya tidakan korupsi.


Penerapan penandatanganan perjanjian ini dalam penyelenggaraan pemerintah merupakan langkah untuk memastikan bahwa aparatur sanggup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta peran dan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu dokumen tersebut merupakan wujud penyelenggaraan pemerintah yang akuntabel, transparan dan bertanggungjawab dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik.


Pemenuhan syarat menandatangani Pakta Integritas ini dapat dilakukan sebelum diterbitkannya Surat Penugasan atau segera setelah diterbitkannya Surat Penugasan sebagai PPK.


c. Memiliki Sertifikat Kompetensi sesuai dengan bidang tugas PPK;


Skema Sertifikasi Kompetensi Okupasi PPK digunakan untuk pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa mengacu pada Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik lndonesia Nomor 70 Tahun 2016 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional lndonesia Kategori Jasa Profesional, llmiah dan Teknis Golongan Pokok Jasa Profesional, llmiah dan Teknis Lainnya Bidang Pengadaan Barang/Jasa. Rincian Unit Kompetensi atau Uraian Tugas PPK adalah :


  1. 749020.005.02, Menyusun Spesifikasi Teknis;
  2. 749020.006.02, Menyusun Harga Perkiraan;
  3. 749020.007.02, Mengkai Ulang Paket Pengadaan Barang/Jasa;
  4. 749020.009.02, Menyusun Rancangan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa;
  5. 749020.012.02, Melakukan Evaluasi Kineria Penyedia Barang/Jasa;
  6. 749020.017.02, Melakukan Finalisasi Dokumen Kontrak Pengadaan Barang/Jasa;
  7. 749020.018.02, Membentuk Tim Pengelolaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa;
  8. 749020.019.02, Menyusun Rencana Pengelolaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa;
  9. 749020.020.02, Mengendalikan Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa;
  10. 749020.021.02, Menyelesaikan Permasalahan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa;
  11. 749020.022.02, Melakukan Penerimaan Hasil Pengadaan Barang/Jasa;
  12. 749020.023.02, Melakukan Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Secara Swakelola;
  13. 749020.024.02, Melakukan Pelaksanan Pengadaan Barang/Jasa Secara Swakelola;
  14. 749020.028.02, Mengelola Kinerja;
  15. 749020.029.02, Mengelola Risiko.
Dalam hal persyaratan Sertifikat Kompetensi sesuai dengan bidang tugas PPK ini tidak dapat terpenuhi, maka persyaratan ini dapat digantikan dengan Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar, namun hanya dapat digunakan sampai dengan 31 Desember 2023.


d. Berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau setara.


Dalam hal persyaratan dimaksud tidak dapat terpenuhi, persyaratan Sarjana Strata Satu (S1) dapat diganti dengan paling rendah golongan III/a atau disetarakan dengan golongan III/a.


e. Memiliki kemampuan manajerial level 3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dijelaskan mengenai Kompetensi Manajerial, yang memiliki definisi berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi. Adapun penggunaan istilah Level diatur di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara, sebagai tingkat (level) penguasaan kompetensi dari yang terendah, sampai yang tertinggi. Level kompetensi menunjukkan tingkat penguasaan kompetensi yang dirumuskan berupa indikator perilaku pemangku jabatan, yang dalam Peraturan ini tingkat penguasan kompetensi di kelompokan dalam 5 (lima) tingkatan dari Level 1 sampai dengan Level 5.


Untuk Level 3, atau menengah (intermediate), memiliki kriteria penguasaan kompetensi adalah : 1) mengindikasikan kemampuan melakukan tugas teknis yang lebih spesifik dengan menganalisis informasi secara terbatas dan pilihan metode untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam tugasnya; 2) mengindikasikan pemahaman tentang prinsip-prinsip teori dan praktek tanpa bantuan dan/atau pengawasan langsung, dengan kecepatan yang tepat penyelesaian pekerjaan yang lebih cepat; 3) mengindikasikan kepercayaan diri dan kemampuan dan menunjukkan kelancaran dan ketangkasan dalam praktek pelaksanaan pekerjaan teknis; 4) mengindikasikan penguasan pengetahuan dan keterampilan yang memerlukan pelatihan tingkat menengah; dan 5) mengindikasikan kemampuan bertanggungjawab atas pekerjaan sendiri dan dapat diberi tangungjawab atas pekerjaan kelompok/tim.


Kompetensi Manajerial sebagaimana yang dimaksud di dalam Lampiran II Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 adalah meliputi 8 (delapan) kompetensi yang terdiri atas : 1) Integritas; 2) Kerjasama; 3) Komunikasi; 4) Orientasi pada Hasil; 5) Pelayanan Publik; 6) Pengembangan Diri dan Orang Lain; 7) Mengelola Perubahan; dan 8) Pengambilan Keputusan.


Untuk Level 3, maka uraian deskripsi kompetesinya adalah sebagai berikut :


Integritas | Mampu memastikan, menanamkan keyakinan bersama agar anggota yang dipimpin bertindak sesuai nilai, norma, dan etika organisasi, dalam lingkup formal.
Kerjasama | Efektif membangun tim kerja untuk peningkatan kinerja organisasi
Komunikasi | Berkomunikasi secara asertif, terampil berkomunikasi lisan/ tertulis untuk menyampaikan informasi yang sensitif/ rumit/ kompleks
Orientasi pada Hasil | Menetapkan target kerja yang menantang bagi unit kerja, memberi apresiasi dan teguran untuk mendorong kinerja
Pelayanan Publik | Mampu memanfaatkan kekuatan kelompok serta memperbaiki standar pelayanan publik di lingkup unit kerja
Pengembangan Diri dan Orang Lain | Memberikan umpan balik, membimbing
Mengelola Perubahan | Membantu orang lain mengikuti perubahan, mengantisipasi perubahan secara tepat
Pengambilan Keputusan | Membandingkan berbagai alternatif, menyeimbangkan risiko keberhasilan dalam implementasi.
Di samping 5 (lima) persyaratan sebagaimana dimaksud di atas, dalam pemilihan dan pengangkatan PPK, maka dapat ditambahkan persyaratan dengan memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang sesuai dengan tuntutan teknis pekerjaan.


Teknis Pengangkatan dan pemberhentian PPK tentunya memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengangkatan personil sesuai tata lakasana organisasi. Adapun pihak yang dapat diangkat sebagai PPK adalah (Pasal 6 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa) :


Pengelola Pengadaan Barang/Jasa atau Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kementerian/Lembaga /Perangkat Daerah;
Aparatur Sipil Negara/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Republik Indonesia; atau
personel selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas
Terdapat pihak-pihak yang tidak dapat diangkat rangkap dengan jabatan lain, yaitu (Pasal 6 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa):


Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara;
Pejabat Pengadaan atau Pokja Pemilihan untuk paket Pengadaan Barang/Jasa yang sama; atau
PjPHP/PPHP untuk paket Pengadaan Barang/Jasa yang sama.
Dinamis dan tuntutan kebutuhan organisasi ada kalanya terjadi pergantian PPK. Dalam hal terjadi pergantian PPK dala setiap tahapan, maka harus secara tertib administrasi dilakukan serah terima jabatan kepada pejabat yang baru, dengan dukungan kejelasan batas penugasan yang telah dilaksanakan dan yang akan diserahkan. Sehingga dapat diketahui batasan tanggungjawab yang telah dan akan dilaksanakan oleh PPK lama dan yang baru.


Tambahan aturan yang diatur di dalam Pasal 7 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa adalah bahwa untuk kondisi tidak terdapat pegawai yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka PA/KPA dapat merangkap sebagai PPK. Tentunya kondisi ini disertai dengan tugas dan tanggungjawab sebagaimana tugas PPK yang diatur di dalam Pasal 11 yang harus diemban PA/KPA. Dalam pelaksanaannya, PA/KPA yang merangkap sebagai PPK dimaksud, dapat dibantu oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas PPK.


Memperhatikan kondisi permasalahan yang sering muncul dan beberapa temuan yang sering tayang di kelas pengadaan, direkomendasikan beberapa catatan dalam pengangkatan dan pelaksanaan tugas PPK, antara lain sebagai berikut (mengutip dari tulisan terdahulu, Catatan: Mengangkat Organisasi Pengadaan) :


1. Pertimbangan Beban Kerja


Pastikan pengangkatan dilakukan setelah melakukan pemetaan kekuatan sumber daya yang ada terhadap beban kerja yang akan dilaksanakan. Tentunya akan amat bagus jika sampai mampu melakukan analisis beban kerja. Pihak yang mengangkat tidak boleh dengan minimalis berpikir dalam mempersiapkan daftar yang tepat atas personil yang akan ditugaskan, namun harus pastikan semua unsur jelas, kapasitas terpenuhi, dan semua paket-paket pengadaan, jelas siapa tuannya sesuai ranah kewenangan.


2. Personil Dengan Cukup dan Cakap Kualifikasi


Setiap pihak yang akan diangkat telah diatur spesifikasi kualifikasi yang harus minimal dimiliki sebagaimana penjelasan di atas. Di organisasi tertentu terkadang cukup mudah untuk mendapatkannya, namun di organisasi lain tak jarang sulit sekali memperoleh personil yang layak syarat tersebut. Semisal ketika ada kegiatan pekerjaan konstruksi di satuan kerja berkarakteristik Pekerjaan Umum, rasanya cukup mudah mendapatkan personil yang menguasai dunia sipil dan arsitektural. Tapi ketika pekerjaan konstruksi tersebut berada di satuan kerja kesehatan atau pendidikan, ini menjadi beban tersendiri. Sehingga pihak yang mengangkat perlu ekstra mengatur strategi pengangkatan.


Terdapat syarat kualifikasi yang bersifat kecukupan kompetensi norma (walau sulit diukur), seperti disiplin, tanggung jawab, dan integritas. Namun juga terdapat syarat yang bersifat teknis, seperti memiliki kualifikasi untuk kompetensi tertentu atau pemahaman kontrak, dan lain-lain. Idealnya ketika pihak yang memiliki kewenangan mengangkat akan mengangkat, maka pastikan yang diangkat telah memenuhi semua unsur-unsur tersebut. Jika berani mengangkat personil yang tak lengkap syarat, maka pihak yang mengangkat harus bertanggungjawab untuk melengkapi kebutuhan yang diperlukan oleh pihak yang diangkat. Misal untuk pekerjaan konstruksi yang membutuhkan kompetensi teknis, ketika diangkat personil yang tidak memiliki kompetensi teknis atas pekerjaan tersebut, maka idealnya perlu didampingi pihak lain seperti ahli/tim teknis. Jangan diangkat tapi dilepas kebutuhan atas pendampingan teknis.


3. Pengangkatan Di Waktu yang Tepat.


Salah satu permasalahan yang kerap terjadi adalah tidak diangkatnya pelaku pengadaan di waktu yang tepat. Masih terdapat pola pengangkatan dilakukan setiap tahun anggaran setelah diterimanya dokumen anggaran atau setelah ditetapkannya Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran. Kondisi ini berdampak lain seperti keterlambatan waktu pelaksanaan atau yang paling tidak menyenangkan adalah dengan diangkatnya organisasi pengadaan yang tidak terlibat dalam perencanaan.


Dapat dengan sederhana dibayangkan, jika ada pihak lain yang bagian nge-draft Dokumen rencana anggaran atau pengadaan, hanya berpikir sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, dan tidak melibatkan pihak yang akan melaksanakan, padahal kegiatan tersebut perlu untuk didiskusikan dengan Pihak yang akan melaksanakan, maka cukup dikhawatirkan yang akan bekerja tidak memiliki kecukupan sumberdaya yang dimiliki.


Seperti seorang PPK pekerjaan konstruksi mungkin memerlukan anggaran untuk melaksanakan uji lab, tim penilai kontrak jika perlu ada perubahan, biaya perjalanan dinas untuk monitoring, dan lain sebagainya, namun karena tak dilibatkan dalam perencanaan, makan urgensi kebutuhan PPK tersebut luput akomodir.


Adanya perbedaan persepsi waktu yang tepat mengangkat personil pengadaan sering dijadikan fenomena penyebab. Padahal aturan yang ada sudah cukup aplikatif untuk kondisi yang lebih baik. Seperti dengan melihat ketentuan di Pasal 18 ayat 2 dan ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang mengatur bahwa Perencanaan pengadaan yang dananya bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) setelah penetapan Pagu Indikatif. Untuk Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Dengan memperhatikan ketentuan tersebut, maka keberadaan PPK harus sudah ada sejak proses rencana kerja dan anggaran. Jika terbiasa mengangkat PPK setiap tahun anggaran, maka akan sangat mengganggu efektivitas dan sinkronisasi tahapan perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan pengadaan.


Sangat banyak khasiat dan manfaat sebenarnya pengangkatan organisasi pengadaan yang tidak terikat tahun anggaran ini. Salah satunya adalah orang yang diangkat sudah dapat diajak diskusi terhadap rencana kerjanya dalam bertugas. Sehingga akan sangat jauh lebih baik jika pengangkatan organisasi pengadaan diangkat lebih awal, agar terlibat dalam perencanaan program, kegiatan, keuangan, dan pengadaan. Jika di tahun perencanaan tidak ada perubahan formasi organisasi, maka tak perlu membuang energi dengan membuat surat penugasan baru, tapi manfaat organisasi pengadaan yang tidak terikat tahun anggaran.


4. Bebaskan Dari Intervensi Jahat


Akan dzalim rasanya jika organisasi yang dibentuk dengan orang yang diangkat hanya sebatas alat untuk kejahatan semata. Menyimak pemberitaan perkara pidana di dunia pengadaan yang sekarang acap kali muncul, terlihat bagaimana pimpinan-pimpinan yang jahat menggunakan orang-orang yang diangkat untuk memenuhi keinginan melalui kewenangan orang yg diangkat. Misalkan diangkatnya PPK, namun kewenangan mereka di kebiri dengan tetap adanya intervensi harus memenangkan penyedia tertentu yang tak layak pilih atau bahkan terindikasi pidana. Bahasan ini tentu banyak variabel penyebab di lingkup luas, misal dari upaya pengembalian mahar politik, upaya balas budi, keserakahan kekayaan, dan lain-lain. Peduli lacur untuk alibi itu semua, yang perlu diperhatikan di sini adalah pastikan ketika mengangkat orang dalam organisasi pengadaan, wajib yang diangkat dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya secara optimal. Jangan berikan intimidasi dan intervensi kewenangan untuk melakukan kesalahan atau kejahatan. Yang diintervensi pun harus mampu untuk menolak dengan santun. Karena jika dilakukan proses audit atau pemeriksaan, peraturan telah menyiapkan tool evaluasi yang jelas untuk melihat siapa dan berbuat apa untuk dimintakan pertanggungjawaban. Skema yang ada ini kadang membuat pihak pengintervensi bisa luput pemeriksaan, kecuali terdapat alat bukti.


5. Evaluasi Kinerja


Satu hal yang kadang luput dilakukan adalah mengukur atau mengevaluasi pelaku pengadaan secara secara ilmiah. Tak jarang tidak dapat diketahui secara pasti kinerja yang telah dilakukan oleh pelaku pengadaan tersebut. Kalau dinilai bagus, tak dapat nilai kualitatif atau kuantitatif ukuran bagusnya. Kalaupun dinilai buruk, tanpa ada perbandingan nilai maka aja riskan subyektivitas tak bernalar.


Untuk itu ketika diangkat pelaku pengadaan dalam tahapan perencanaan Pengadaan, pastikan pula standar kinerja dan cara pengukuran capaian kinerjanya. Hal ini akan memberikan manfaat selama proses kerja organisasi, dan dapat menjadi bahan pertimbangan di pengangkatan selanjutnya.


Beberapa alat ukur kinerja standar yang secara obyektif dapat dipergunakan seperti : ukuran efisiensi sumber daya, ketepatan waktu, kepuasan internal/eksternal (stakeholder), penanganan risiko, deviasi pelaksanaan dengan peraturan, dan lain-lain.


Mempedomani Prinsip Pengadaan, Etika Pengadaan, dan Menghindari Kerugian Keuangan Negara
Ada kalanya PPK akan berhadapan dengan situasi harus membuat keputusan yang aturan tegas mengatur atau kadang tidak tegas diatur. Untuk itu PPK dituntut untuk dapat menguasai peraturan yang berlaku sesuai dengan lingkup kewenangan dan penugasan yang dimiliki.


Untuk keputusan yang tidak secara spesifik aturan mengatur, maka PPK perlu mengambil keputusan dengan kembali memperhatikan Prinsip dan Etika Pengadaan, serta selalu menganalisis tindakan guna menghindari terjadinya kerugian keuangan negara.


Sebagai upaya menghindari terjadinya permasalahan, maka PPK perlu membangun pola pikir dan budaya kerja, antara lain :


  1. Pahami tugas dan kendalikan intervensi yang menyimpang. Ingat tanggungjawab yang diberikan berdasarkan penugasan.
  2. Tulis yang telah dilaksanakan dalam kertas kerja, dan simpan dengan tertib dokumen yang diterima dan diterbitkan.
  3. Hindari terjadinya fiktif dan rekayasa negatif.
  4. Gunakan pendapat pihak yang ahli ketika harus membuat keputusan teknis yang tidak dipahami.
  5. Selalu peduli atas potensi risiko dengan membiasakan aktivitas kerja berbasis mitigasi risiko.
  6. Dipahami bahwa Tugas PPK adalah sebagai Ibadah.
  7. Banyak penyajian tulisan yang berbeda untuk memberikan rekomendasi tata kelola pelaku pengadaan, termasuk yang dikemas dalam tulisan ini. Semoga dapat menjadi bahan i’tibar untuk ikhtiar perbaikan pelaksanaan pengadaan melalui pengelolaan sumber daya manusia yang lebih handal.

Posting Komentar

0 Komentar